Indahnya Kematian Guru Tahfidzku
“Amma yatasa alun” Terdengar suara anak-anak melantunan ayat suci Al Quran.
Dengan irama khas yang tenang, ia setorkan hafalannya dihadapan gurunya. Senyum sang guru menghiasi wajahnya. Menenangkan sekali melihat pemandangan ini.
Aku teringat ketika aku seumuran anak itu. Dua belas tahun silam. Saat duduk di kelas dua sd. Setengah berteriak, guruku menuntun bacaan kami. Sembari menujuk tulisan arab di papan tulis; berisikan beberapa ayat dari surat an naba’.
Ruang kelas kami yang sempat gaduh itu kembali tenang. Bu Itho’ah, guru tahfidz kami dengan tegas meminta kami menirukan bacaanya. “Amma yatasaalun Aninnabail Adzim” dengan penuh semangat kami berdua puluh lima mengikuti bacaan tersebut.
Berkali kali kami baca. Hingga terangkailah bacaan dalam pikiran, sampai mampu melantunkan tanpa membuka al quran.
Ah… mengharukan sekali mengingat masa itu. Ketika awal menghafal Al Qur’an bersama teman-teman. Berteriak kencang melafalkan juz tiga puluh.
Dengan riang gembira saat mampu menyetorkan hafalan dengan lancar.
Tak terasa air mata ini mengalir. Membasahi pelupuk mata, hingga mengalir ke pipi.
Kenangan manis itu benar-benar melekat dalam pkiran. Terekam jelas semangat Bu Itho’ah mengajarkan hafalan pada kami. Hingga kami lulus membawa dua juz hafalan alquran dengan lancar.
Ya, air mata ini mengalir semakin deras, menyadari bahwa sosok sabar nan tegas itu kini telah berpulang pada sang Maha Kasih. Beliau Allah panggil dua tahun yang lalu.
Sakit kanker dan bocor paru paru telah menggerogoti tubuhnya sejak beberapa tahun sebelum beliau meninggal. Saat itu, dikabarkan beliau telah membaik. Namun rupanya Allah lebih sayang padanya, hingga memintanya segera kembali.
Kamis itu beliau masih masuk sekolah, mengajar hafalan, dan berpuasa senin-kamis. Setelah berbuka puasa, beliau pimpin forum ibu-ibu di desanya. Ucapan salam pujian bagi Allah dan shalawat pada Rasulullah terucap dari lisan.
Tak lama setelahnya, microphone yang beliau pegang terjatuh, susasana mendadak hening, sepi, dan tak ada suara. Secara perlahan badan Bu Itho’ah terkulai lemas di pangkuan ibu sebelah kanan. Jatuh tak sadarkan diri. Setelahnya dinyatakan meninggal oleh dokter.
MasyaAllah, sungguh indah proses kematian beliau. Hanya terkulai lemas setelah buka puasa dan memuji Allah dan Rasul Nya. Benar-benar dimudahkan proses sakaratul maut orang shalihah. Ya, beliau hafidzah mutqin. Hafal tiga puluh juz Al Qur’an lancar, dengan sabar menularkan hafalan yang beliau punya pada kami murid muridnya, akhlaqpun begitu terpuji.
Semoga Allah lapangkan kuburnya, Allah terimah ibadahnya, dan setiap hafalan yang kami lantunkan; atas ajaran beliau menjadi aliran pahala baginya.
Terimakasih Bu Itho’ah, telah mengajarkan kami untuk membaca dan menghafal Al Qur’an. Semoga engkau bahagia disisi Nya.
Darimu aku terinspirasi untu semakin mencintai Al Quran, menghafalkan dan mengamalkan.
Untuk seluruh pengajar terutama ustdadz/ah yang mengajarkan Al Quran, guru di sekolah maupun guru kehidupan, semoga selalu semangat mengadapi murid-murid yang terkadang tak menurut. Semoga menjadi amal jariyah di suatu hari kelak.
Setelah sekian lama ditulis, kembali diedit Senin, 27 Januari 2019
Di rumah tercinta, Kendal Jawa Tengah
Follow me on social media
Facebook: Hanan wijdan amalia selma
Instagram: @hananselma18
www.trainermudaaddres.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar