Belajar Menerima

Oleh : Hanan Selma

Awan terlihat gelap sore ini. Tak lama setelahnya rintik hujan mulai berjatuhan. Tercium aroma khas hujan, membuat suasana semakin menenangkan.

Ya, bagiku hujan tak sekedar rintikan air yang membasahi jalanan. Lebih dari itu, hujan punya makna tersendiri bagiku.

Bayanganku melayang, melesat ke masa lalu. Empat belas tahun silam di Kendal; kota kecil penuh kenangan. Sore itu, kami menempuh tiga puluh menit perjalanan dari desa Jatipurwo; tempat nenek kami menetap. 

Hujan deras mengguyur jalanan kecil beraspal. Kami bertiga; Mas Faris, Mas Zaki, dan Aku, duduk di motor yang dikendarai Ibu. Iya, Bapak sedang diluar kota saat itu.

Hujan semakin deras. Tak henti-hentinya petir menyambar. Dibalik badan Ibu dan jas hujan kelelawar biru tua, kami bertiga berlindung. Meski begitu, tempias hujan tetap membasahi sebagian tubuh kami.

Jalanan semakin licin, suasana desa makin gelap nan sepi, terlihat sangat menakutkan, membuat Ibu memutuskan untuk berteduh. Kami menumpang toko kayu di kiri jalan. Dipersilahkanlah kami oleh seorang Bapak baik hati untuk duduk.

Mengingat kenangan itu, membuat kerinduanku semakin membuncah. Duh, jadi kangen kumpul sekeluarga.

______

“Udah Mbak, ban motornya udah selesai ditambal.” Ucap montir memecah lamunanku.

“Oh iya Pak” sembari menyerahkan sejumlah uang, kuucapkan terimakasih pada sang Bapak paruh baya.

Sore ini aku kembali mendapati ban motor plat H ini bocor. Setelah beberapa bulan aku berjuang dengannya. Ini kali ketiga aku harus menuntunnya. 

Sempat diri ini berpikir, "Ah.. capek juga ya harus nuntun gini. Coba aja nggak bawa motor. Mungkin kalo naik ojek online tak kan pernah kualami hal tersebut." 

Pelan namun pasti, kuteringat celetuk salah seorang kawanku tempo hari. "Kalo naik motor mah, ada banyak kemungkinan, antara selamat atau kecelakaan. Sampai tujuan dengan cepat, atau kehabisan bensin bahkan ban bocor."

Iya, memang selalu ada banyak kemungkinan disetiap kejadian yang kita lalui. Saat kita mencoba berkompetisi, maka ada menang atau kalah. Dalam berteman, ada kalanya rasa kesal muncul, tak jarang pula bahagia menghiasi. Juga dalam keluarga, ada damai, ada pula pertengkaran. Begitu pula dengan bisnis, ada untung atau rugi.

Yap, selalu ada banyak kemungkinan dari setiap peristiwa, tak bisa diduga. Maka menyiapkan lebih dari satu kemungkinan dalam diri, membuatku merasa lebih siap menghadapi; meski kenyataan pahit sekalipun.

Menyiapkan hati dengan apapun kondisi yang terjadi, entah bahagia atau susah, mungkin berhasil atau gagal. Membuat diri ini semakin lapang dada dan lebih menerima.

Apalagi saat kita meyakini, bahwa apapun yang terjadi pastilah sudah tertulis di lauh mahfudz. Sudah menjadi ketetapan dari Nya. 

Maka tugas kita hanyalah menerima dengan sabar dan ikhlas. Mencoba berbaik sangka dan memetik hikmah disetiap kejadiannya. Kalaupun gagal dan susah yang didapati, setidaknya perkatan Rasulullah SAW dalam hadist selalu benar.

 “Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Semoga setiap kesusahan, keletihan, dan perasaan tak mengenakkan lainnya menjadi penghapus dosa-dosa kita semua. Semangat teman😊💪

Selamat tinggal 2019, semoga 2020 menjadi tahun yang indah dan lebih baik dari sebelumnya. 
Dariku, sang pemimpi yang tak hentinya menghayal serta merangkai masa depan dan terus berusaha menggapainya. 😀

Jl. Bangka 8C Mampang, Jakarta Selatan. Ditulis tanggal 30 Desember 2019. Lanjut koreksi dan perbaikan tanggal 1 Januari 2020.

Follow me on Social Media
Ig : @hananselma18
Fb : Hanan Wijdan Amalia Selma
www.trainermudaaddres.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Aqil Baligh (oleh Ustadz Adriano Rusfi)

Sudah Berlayar 2 Tahun dan Akan Selamanya Hingga ke Surga Insyaallah

Mulai Dari Mana?