Materialistis



 “Kamu materialistis” ucap seseorang padaku

Aku ingin mengelak saat kata itu tertuju padaku. Ah geram sekali dengan cap itu. Aku merasa tak bermata hijau atau mata duitan, tapi menurutnya aku begitu.


Pembicaraan itu berakhir dengan air mataku yang tumpah atas amarahku yang tak terungkap dan tertahankan di dada. Aku benar-benar tak terima dengan cap tentang Selma si perhitungan, pelit, materialistis. Yang aku tahu, aku hanya ingin membuka peluang baru dan me-monetisasi dari peluang tersebut.


Aku terdiam, mendengus dan menahan kesal. Benar-benar kesal saat itu. 

Kudatangi suamiku, “emang ya aku perhitungan, pelit, dan materialistis?” tanyaku pada suami.


Dia hanya diam. Tersenyum tipis dan mengangguk pelan.


“Apa buktinya?” tanyaku masih belum sepakat.


“Adek lebih semangat kalo ada duitnya. Kalo enggak ada seringnya jadi slow respon dan ga segera dikerjakan padahal ada waktu” jawab Mas Afif perlahan.


Jleb. kalimat singkat itu terasa menancam tajam di hati ku. Aku diam mencoba mencerna kalimat suamiku, lantas mengingat semua kejadian beberapa bulan terakhir. 


“Slow respon? Iya, aku kan memang slow respon kadang. Tapi itu tidak selalu tentang uang. Ya karena nggak mood buka aja… Kalo soal persiapan sebelum event kadang pun aku masih dadakan, bahkan walaupun saat ada uangnya. Jadi, masalahnya bukan soal ada uang lebih gercep, nggak ada uang enggak gercep. Bukan itu, tapi emang aku masih moody-an, belum konsisten semangatnya, dan masih dadakan dalam persiapan. Materialistis adalah gejala yang tampak, akar masalahnya adalah belum konsisten produktif dan moody-an. Aku bisa bilang gini karena kadang ada uangpun aku masih gini.” Begitu ungkapku panjang.


“Oh gitu. Hmm iya iya. Ya udah berarti ayo mulai konsisten produktif dan kurangi moody-annya. Ayo gerak.”


“Iyaa…. Siap”


Begitu kira-kira klarifikasi ku pada suami. Meski begitu, kalimat awal mengenai Selma yang perhitungan terus terngiang dan sebetulnya ada benarnya juga dalam beberapa situasi. Bahwa aku kadangkala perhitungan dalam memberi, nggak gerak cepat kalo nggak ada uang kadang juga masih ada dalam diriku. Menurutku itu manusiawi. Bukankah hidup ini butuh uang? Bukankah semuanya butuh uang… Makanya mencari potensi uang tentulah aku lakukan, meski kadang kelepasan jadi kecampur kapan mesti profesional kapan mesti sosial. Alhasil tampak perhitungan nan pelit di beberapa kondisi. 


Maka nasihat soal dermawan dan mindset terus memberi adalah sesuatu yang masih aku coba tekankaan pada diriku dan masih aku latih. 


“Iya, aku coba latihan untuk nggak perhitungan, nggak pelit” tekadku pada diri sendiri. Saat aku mengucap kalimat itu, saat itupula Allah kirimkan sinyal-sinyal insight.


Secara tak sengaja aku membuka video yang dikirimkan abi (bapak mertua) di grup keluarga. “Berbagi membuat semakin bahagia. Semakin berbagi semakin Allah beri kebaikan. Insyaallah tidak akan kehilangan kettika berbagi. Bukankah itu janji Allah.” Cerita seorang ibu yang wakaf dan infaq begitu sejumlah milyaran rupiah pada pesantren Ustadz Fatih Karim (selengkapnya simak di https://youtu.be/0WxQz1Vyp98)


Aku merasa ‘tertampar saat mendengarr kalimat ibu tersebut dalam video, Tapi disatu sisi aku masih sedikit mempertanyakan.


“Berbagi pas banyak uang kan emang nggak sulit. Tapi kalo berbagi sewaktu pas-pasan kan nggak semudah itu. Iya kan sayang? Benerkan?” Celotehku ingin mendapat validasi dari suami.


Lagi-lagi suami ku yang kalem itu hanya terdiam, menganggung tipis. Belum jua ia membuka mulut, aku udah mendappat jawaban itu sendiri


“Ah, tapi kan rezeki nggak selalu uang ya. Mungkin sekrang berbaginya mulai daritenaga, waktu, ilmu dulu ya. Yang penting mindset berbaginya udah terlatiih ya. Nanti suatu saat kalo udah dikasih keluasan rezeki dalam bentuk harta insyaallah bisa juga berbagi dalam bentuk harta”


Saat itu juga akukembali mengingat berbagai perkataan ustadz bahwa harta bukan segala-galanya. Yaaa meski hidup butuh uang dan harta, ytapi itu semua tak menjamin kebahagiaan. Bak Qarun yang terjebak nikmatnya harta dunia tapi Allah matikan dalam keadaan hina. Pun Firaun yang selalu sehat bahlkan tak pernah sakit sekalipun, punya kedudukan dan ketenarran yang begitu luas tapi dibinaskan juga oleh keburukan. Bukankah hikmah itu terhampar luas oleh kisah-kisah nyata di dalam Al Qur’an…


Usai perenungann singkat itu aku iseng membuka tiktok. Saat itu pula aku menemukan konten tiktok seorang wanita yang mengalami sakit kulit vitiligo atau kulit memudar. Juga seorang pelawak senior Nunung yang berpenampilang kepala gundul karena terpapar kanker payudara. 


Saat itu, aku seperti mendapat sentilan hikmah. Seolah ada suara berbisik, aku mendengar bisikan “Tuh lho mereka Allah uji dengan sakit. Dengan kulit yang vitiligo dan tak mudah untuk dilewati. Juga kesehatan yang sedang diminta oleh Allah, dengan penyakit ganas kanker. Bukankah kamu saat ini sehat dan bugar? Bukankah itu rezeki mahal tak terkira dan tak ternilai? Bahkan sebanyak apapun harta dan uang yang dimiliki belum tentu bisa menukar itu semua. Juga pasangan, orang tua, mertua baik, keluarga yang selalu beri ddukungan terbaik hingga detik ini. Bukankah itu nikmatyang tak ternilai harganya… Lantas kenapa mmasih terlalu terfokus pada harta yang hanya sebagian kecil. Padahal disaat yang sama ada banyak orang yang mengharapkan hal tersebut, namun Allah belum berikan.”


Jadi, mari kembali memperbaiki mindset dan mengelola rasa syukur tak terhingga agar terus meluaskan rasa bahagia atas segala nikmat yang Allah beri. 


Teringat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda yang artinya :


“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara : 1. Waktu mudamu sebelum datang masa tuamu, 2. Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, 3. Masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, 4. Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, 5. Hidupmu sebelum datang matimu.”


Ya rabb, bantu kami untuk terus menjaga syukur kami pada Mu. Agar terus meluaskan menfaat atas segala nikmat yang engkau beri. Aamiin.













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Aqil Baligh (oleh Ustadz Adriano Rusfi)

Sudah Berlayar 2 Tahun dan Akan Selamanya Hingga ke Surga Insyaallah

Mulai Dari Mana?